Masih
relevankah pungutan pajak (khususnya di Indonesia) pada saat ini ?
Pajak
merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang
banyak manfaatnya. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat
dilaksanakan.
Adapun manfaat pajak yang dapat kita rasakan secara langsung
diantaranya:
1) Digunakan
untuk membiayai pengeluaran publik sehubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
2) Digunakan
untuk belanja pegawai seperti kepolisian, guna menjaga keamanan dan ketertiban
sehingga kita merasa aman selama bepergian.
3) Digunakan
untuk pembiayaan dan pembangunan fasilitas serta infrastruktur umum untuk
kenyamanan kita, seperti: jalan, jembatan, kebersihan, taman, pasar, dsb.
4) Pendidikan
juga merupakan sektor yang menjadi alokasi pajak. Penyalurannya seperti melalui
program bantuan operasional sekolaha (BOS), wajib belajar sembilan tahun
gratis, penyediaan alat tulis, buku pelajaran, renovasi sekolah serta beasiswa
(mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi). Dengan langkah ini
maka pendidikan bisa menjama semua lapisan masyarakat, tanpa melihat golongan.
5) Di
sektor kesehatan, subsidi pajak telah meringankan beban masyarakat kecil dengan
biaya rumah sakit dan biaya kesehatan tidak terlampau mahal sehingga dapat dijangkau
semua lapisan masyarakat.
6) Transportasi
umum juga tidak luput mendapat subsidi dari pemerintah agar harganya lebih
terjangkau, seperti kereta api.
Sejak
dilakukannya reformasi perpajakan yang pertama (the first tax reform) pada tahun 1984, diharapkan penerimaan pajak
sebagai sumber utama pembiayaan APBN dapat dipertahankan kesinambungannya.
Selain sebagai sumber penerimaan (budgetair),
pajak juga memiliki fungsi lain yaitu fungsi regulerend. Menteri Keuangan mengatakan selain ditujukan untuk
meningkatkan penerimaan negara, penerimaan pajak juga akan diarahkan untuk
memberikan stimulus secara terbatas guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang
lebih berkualitas (Fiscal News. 2007). Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa kebijakan
fiskal dalam tahun 2007 akan tetap diarahkan untuk melanjutkan reformasi
administrasi dan penyempurnaan kebijakan di bidang pajak dan bea cukai.
Oleh
karena itu, dalam rangka menjaga kesinambungan penerimaan pajak sebagai tulang
punggung penerimaan negara, Direktorat Jenderal Pajak telah merumuskan dan
melaksanakan kebijakan strategis (initiative
measures) dengan melakukan penyempurnaan seperangkat kebijakan peraturan
perpajakan dan administrasi perpajakan (tax
policy and administrative reforms).
Pada
tahun 2002 didirikan satu kantor wilayah DJP wajib pajak besar (Large Taxpayer Regional Office-LTRO)
dan 2 (dua) kantor pelayanan pajak DJP wajib pajak besar (Large Taxpayer District Tax Office-LTO) (Situmorang 2006). Latar
belakang pendirian kantor pelayanan pajak DJP wajib pajak besar adalah untuk
mengelola penerimaan pajak secara lebih profesional dengan mengadministrasikan
penerimaan pajak dari sejumlah kecil wajib pajak yang memberikan kontribusi
penerimaan pajak yang signifikan. Pada kedua kantor pelayanan pajak DJP Wajib
Pajak Besar, awalnya terdaftar 200 wajib pajak besar. Kantor pelayanan pajak
DJP Wajib Pajak besar juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana, sistem dan
metode kerja, serta sumber daya manusia yang berkualitas.
Struktur
organisasinya didesain secara khusus yang berorientasi pada fungsi dan para
pegawainya terikat pada kode etik pegawai (code
of conduct). Kantor Pelayanan Pajak DJP Wajib Pajak Besar diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang lebih profesional (excellent
services) dan juga melakukan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak (taxpayers' compliance). Selain itu,
pada Kantor Pelayanan Pajak DJP Wajib Pajak Besar, ditugaskan sekelompok
pegawai yang memiliki kriteria khusus sebagai account representative dengan tugas dan tanggungjawab untuk
memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Sehubungan
dengan pendirian Kantor Pelayanan Pajak DJP Wajib Pajak Besar tersebut, Menteri
Keuangan yakin bahwa langkah Pemerintah akan berhasil dalam mengamankan
kesinambungan penerimaan pajak sebagai penyangga APBN, sehingga ke depan
penerimaan pajak dapat bertumbuh dari tahun ke tahun dengan kenaikan berkisar
antara 20-25% (Bisnis Indonesia, 2006). Pada tahun 2005 Kantor Pelayanan Pajak
DJP Wajib Pajak Besar berhasil meningkatkan penerimaan pajak hingga 40%.
Oleh
karena itu, Menteri Keuangan merencanakan untuk memperluas penerapan
modernisasi administrasi perpajakan (modern
tax administration) pada seluruh kantor pelayanan pajak di Indonesia
(Bisnis Indonesia, 2006). Dalam perkembangannya, modernisasi administrasi
perpajakan terus bergulir dengan mendirikan Kantor Pelayanan Pajak Madya (medium taxpayer office) pada setiap
kantor wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama (small taxpayer office).
Dari
fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa pungutan pajak di indonesia saat ini masih relevan, sebab
banyak manfaat yang dapat kita rasakan dari pungutan pajak tersebut. Pemerintah,
dalam rangka menjamin kesinambungan penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN
dan memberikan keadilan dalam berusaha (level
of playingfields), terus berupaya memperluas basis pajak dengan
meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar untuk memiliki NPWP dan
sekaligus kepatuhannya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan relevansi
tersebut.
Akan
tetapi, relevansi pungutan pajak di Indonesia tidak akan mencapai titik
maksimal jika tidak terpenuhinya hal-hal sebagai berikut:
1.
Syarat-syarat pemungutan pajak
Bukanlah
suatu hal yang mudah membebankan pajak pada masyarakat. Sebab jika tarif pajak
tersebut terlalu tinggi, masyarakat akan cenderung enggan membayar pajak. Namun
bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena kurangnya dana.
Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan, yaitu:
§ Pemungutan pajak harus adil.
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan
keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil
dalam pelaksanaannya. Seperti, penetapan hak dan kewajiban dan konsistensi
penetapan hukuman jika terjadi pelanggaran.
§ Pengaturan pajak harus berdasarkan
UU.
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang"
§ Pungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian. Pemungutan pajak harus diusahakan
sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan
produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan
kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,
terutama masyarakat kecil dan menengah.
§ Pemungutan pajak harus efesien.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan
mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun
dari segi waktu.
§ Sistem pemungutan pajak harus
sederhana. Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan
memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak
rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
2.
Asas pemungutan pajak
Asas
pemungutan pajak menurut Adam Smith ada lima, yaitu:
§ Equality;
pemungutan pajak harus bersifat final, adil, dan merata
§ Certainty;
penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang
§ Convenience;
pembayaran pajak disesuaikan dengan saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak
§ Economy;
secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak
diharapkan seminimal mungkin
§ Keadilan;
prinsip-prinsip perundang-undangan pajak dan pelaksanaannya harus dipegang
teguh.
3.
Teori pemungutan pajak
Teori-teori yang menjadi pembenaran (Justification) pemungutan pajak oleh
pemerintah kepada rakyatnya adalah:
§ Teori asuransi
Asuransi
sebagai salah satu teori pemungutan pajak, suatu negara dalam melaksanakan
tugasnya, mencakup pula tugasnya untuk melindungi jiwa raga dan harta benda
perindividu. Oleh karena itu, negara diibaratkan dengan perusahaan asuransi.
Maka keselamatan dan keamanan jiwanya dilindungi oleh negara.
§ Teori Kepentingan
Menurut
Teori ini, pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu, yang diperoleh
dari pekerjaan negara. Semakin banyak individu mengeyam atau menikmati jasa
dari pekerjaan pemerintah , makin besar pula pajaknya.
§ Teori Daya Pikul
Teori
ini mengemukakan bahwa semua orang dalam pembebanan pajak harus sama beratnya,
artinya pajak harus dibayarkan sesuai dengan daya pikul masing – masing
individu.
§ Teori bakti/Teori kewajiban mutlak
Teori
ini didasari paham organisasi Negara (organische
staatsleer) yang mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai
tugas untuk menyelenggarakan kepentingan
umum.
§ Teori Daya Beli
Teori
ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada Negara dimaksudkan
untuk memelihara masyarakat pada negara yang bersangkutan. Menurut Wirawan
B.Ilyas dan Richard Burton, teori ini memiliki sifat yang universal dan berlaku
diseluruh dunia. Karena memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga
masyarakat untuk negara. Dengan kata lain, kemaslahatan suatu masyarakat akan
tetap terjamin dengan adanya pembayaran pajak berdasarkan teori gaya beli ini.
Jadi,
pungutan pajak di Indonesia saat ini masih relevan. Terlebih jika pungutan
pajak tersebut dilakukan sesuai dengan tata cata pemungutan pajak yang benar,
maka akan menghasilkan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat, bangsa dan
negara.
0 komentar:
Posting Komentar