Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

20 Mei 2013

Strategi Pembangunan Seimbang dan Tak Seimbang




RESUME STRATEGI PEMBANGUNAN SEIMBANG DAN STRATEGI PEMBANGUNAN TAK SIMBANG

      A.    Strategi Pembangunan Seimbang
Pembangunan seimbang adalah pembangunan berbagai jenis industri secara bebarengan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu, pembangunan seimbang juga diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor. Misalnya antara sektor industri dan sektor pertanian, antara industri barang konsumen dan industri barang modal, antara sektor luar negeri dan sektor domestik, dan antara sektor produktif dan sektor dan sektor prasarana. Singkatnya, strategi pembangunan seimbang ini mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan harmonis di berbagai sektor ekonomi sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama.
Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi penawaran memberikan penekanan pada pembangunan serentak dari semua sektor yang saling berkaitan dan berfungsi meningkatkan penawaran barang. Strategi si sisi penawaran ini meliputi pembangunan yang serentak dan harmonis dari barang setengah jadi, bahan baku, sumberdaya energi, pertanian, pengairan, transportasi, dll. Di sisi penawaran berhubungan dengan penyediaan kesempatan kerja yang lebih besar dan penambahan pendapatan agar permintaan barang dan jasa tumbuh. Sisi ini berkaitan dengan industri yang sifatnya saling melengkapi.
Adapun tujuan strategi pembangunan seimbang ini dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan-hambatan dalam:
1.      Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumberdaya energi, dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar.
2.      Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan yang akan diproduksi.

Strategi pembangunan seimbang menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut:
a.      Menurut Rosenstein-Rodan

Istilah pembangunan seimbang diciptakan oleh Nurkse (1956). Namun, teori ini pertama kali dikemukakan oleh Paul Rosenstein-Rodan (1953) dengan nama teori dorongan besar-besaran.  Rosenstein-Rodan menulis gagasannya dalam menciptakan program pembangunan di kawasan Eropa Timur dan Eropa Tenggara dengan melakukan industrialisasi secara besar-besaran.
Inti dari tesis Rosenstein-Rodan adalah bahwa untuk menanggulangi hambatan pada pembangunan ekonomi di NSB dan untuk mendorong perekonomian tersebut ke arah kemajuan diperlukan suatu “dorongan besar-besaran” atau suatu program menyeluruh yang mengacu pada sejumlah minimum investasi tertentu. Dalam menekankan dalil-dalilnya, Rosenstein-Rodan menggunakan sebuah analogi: “ada sejumlah sumber minimum yang harus disediakan jika suatu program pembangunan diharapkan berhasil. Memacu suatu perekonomian menuju kondisi swasembada nampaknya sedikit mirip dengan sebuah pesawat terbang yang akan lepas landas, ada satu titik kritis kecepatan yang harus dilewati sebelum pesawat itu dapat terbang...”.
Tesis ini menyatakan bahwa cara kerja “selangkah demi selangkah” tidak akan mendorong perekonomian berhasil melaju dengan mulus melewati “lintasan pembangunan”. Oleh karena itu, suatu tingkat investasi minimum tertentu menjadi sebuah solusi awal untuk mendapatkan permulaan yang baik.
Menurut Rosenstein-Rodan, ada tiga jenis syarat mutlak minimal dan eksternalitas ekonomi, yaitu:
1.      Syarat mutlak minimal dalam fungsi produksi
2.      Syarat mutlak minimal pada permintaan
3.      Syarat mutlak minimal pada persediaan tabungan.
Adapun tujuan utama dari strategi ini adalah untuk menciptakan berbagai jenis industri yang berkaitan erat satu sama lain sehingga setiap industri  akan memperoleh ekternalitas ekonomi sebagai akibat dari proses industrialisasi seperti itu.
Menurut Rosenstein-Rodan, adanya pembangunan industri secara besar-besaran dinilai akan mampu menciptakan tiga jenis eksternalitas ekonomi, yaitu:


1.      Eksternalitas yang diakibatkan oleh adanya perluasan pasar
2.      Ekternalitas yang tercipta karena lokasi industri yang saling berdekatan satu sama lain
3.      Ekternalitas yang tercipta karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut. Menurut Rosenstein-Rodan, ekternalitas yang pertamalah yang paling penting.

b.      Menurut Nurkse

Pada dasarnya, pandangan Nurkse tidak banyak berbeda dengan Rosenstein-Rodan. Dalam analisinya, Nurkse (1956) menekankan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya menghadapi masalah pada kelangkaan modal, tetapi juga dalam mendapatkan pasar bagi barang-barang industri yang akan dikembangkan.
Nurkse mengatakan bahwa tingkat investasi yang rendah muncul sebagai akibat dari rendahnya daya beli masyarakat, sedangkan rendahnya daya beli masyarakat disebabkan oleh rendahnya pendapatan riil masyarakat. Rendahnya pendapatan riil masyarakat disebabkan oleh rendahnya produktivitas. Fenomena tersebut yang kemudian kita kenal dengan nama “lingkaran setan kemiskinan”. Menurut Nurkse, faktor yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan luas pasar adalah tingkat produktivitas.
Oleh karena itu, satu-satunya jalan keluar dari “kebuntuan” ini adalah dengan mensinkronkan penggunaan modal pada berbagai macam jajaran industri. Hasilnya adalah perluasan pasar menyeluruh. Nurkse berpedoman pada hukum Say dan mengutip sebuah formulasi yang diajukan Mill: “setiap kenaikan produksi jika didistribusikan tanpa salah hitung akan menciptakan atau lebih tepatnya merupakan permintaan atas mereka sendiri”. Menurut Nurkse, penggunaan modal yang besar oleh sebuah perusahaan secara individual tidak akan menguntungkan secara ekonomis karena sempitnya pasar. Sedangkan penggunaan modal secara singkron untuk berbagai industri dinilai akan mampu meningkatkan efesiensi ekonomi dan memperbesar ukuran pasar.

c.       Menurut Scitovsky

Hirschman mengelompokkan Tibor Scitovsky dan Athur Lewis sebagai pencetus strategi pembangunan seimbang pada sisi penawaran, sedangkan Rosentein-Rodan menekankan pada sisi permintaan.
Scitovsky (1954) menyebutkan adanya dua konsep ekternalitas ekonomi dan manfaat yang diperoleh suatu industri dari adanya dua macam konsep eksternalitas ekonomi yang ada dalam ekonomi tersebut. Eksternalitas ekonomi dibedakan menjadi dua, yaitu seperti yang terdapat dalam teori keseimbangan dan seperti yang terdapat dalam teori pembangunan.
Dalam teori keseimbangan (teori ekonomi konvensional), eksternalitas ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan efesiensi yang terjadi pada suatu industri sebagai akibat dari adanya perbaikan teknologi pada industri lain.  Eksternalitas ekonomi seperti ini disebut eksternalitas ekonomis teknologi. Di sisi lain, hubungan saling ketergantungan antara berbagai industri juga dapat menciptakan ekternalitas ekonomis yang berkaitan dengan keuangan, yaitu kenaikan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan perusahaan lain.

d.      Menurut Lewis

Dalam analisisnya, Lewis (1954) menekankan tentang perlunya pembangunan seimbang yang didasarkan pada keuntungan yang diperoleh dari adanya saling ketergantungan antara berbagai sektor, yaitu sektor pertanian dan sektor industri, serta antara sektor dalam negeri dan luar negeri.
Menurut Lewis, akan timbul banyak masalah jika usaha pembangunan hanya dipusatkan pada satu satu sektor saja. Tanpa adanya keseimbangan pembangunan antara berbagai sektor akan menimbulkan adanya ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi sehingga proses pembangunan terhambat.
Lewis menunjukkan pentingnya pembangunan yang seimbang antara sektor produksi barang-barang untuk kebutuhan domestik dan untuk kebutuhan luar negeri (ekspor). Peranan sektor ekspor dalam pembangunan dapat ditunjukkan dengan melihat implikasi dari adanya perkembangan yang tidak seimbang antara sektor luar negeri dan sektor domestik. Untuk menggambarkan keadaan tersebut, perekonomian dibedakan menjadi tiga sektor, yaitu sektor pertanian (P), sektor industri (I), dan sektor ekspor (X). Fungsi ekspor adalah untuk mengatasi keterbatasan pasar domestik.

Kritik terhadap Strategi Pembangunan Seimbang
Banyak ekonom yang mengkritik strategi pembangunan seimbang, antara lain Hirschman, Streeten, dan Singer. Hirschman dapat dianggap sebagai pengkritik yang paling “baik”, karena selain menunjukkan kelemahan-kelemahan strategi pembangunan seimbang, dia juga mengemukakan teorinya, yaitu strategi pembangunan tak seimbang. Berikut ini adalah sejumlah kritik yang diajukan beberapa pakar ekonomi pembangunan tersebut, yaitu:
1.      Peningkatan biaya
2.      Tidak menaruh perhatian pada penurunan biaya
3.      Adanya kecenderungan hubungan yang bersifat subtititif antarindustri
4.      Gagal sebagai teori pembangunan
5.      Di luar kemampuan NSB
6.      Kelangkaan sumberdaya di NSB
7.      Adanya disproporsi pada faktor produksi di NSB
8.      Investasi secara besar-besaran bukanlah sebuah solusi
9.      Tidak mempertimbangkan faktor perencanaan
10.  Menimbulkan eksternalitas negatif.

B.     Strategi Pembangunan Tak Seimbang

Strategi pembangunan tidak seimbang merupakan lawan dari strategi pembangunan seimbang. Menurut konsep ini, investasi seyogyanya dilakukan pada sektor yang terpilih daripada secara serentak di semua sektor ekonomi. Tidak ada satupun NSB yang mempunyai modal dan sumberdaya yang sedemikian besarnya untuk dapat melakukan investasi secara serentak pada semua sektor ekonomi. Oleh karena itu, investasi haruslah dilakukan pada beberapa sektor atau industri yang dipilih saja agar cepat berkembang dan keuntungan ekonomis yang diperoleh dapat digunakan untuk pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian, perekonomian akan secara berangsur bergerak dari lintasan pembangunan tidak seimbang ke arah pembangunan seimbang.
Konsep pembangunan tidak seimbang ini dikenalkan oleh Albert O. Hirschman dalam bukunya yang berjudul The Strategi of Economic Development (1958). Menurut Hirschman, investasi pada satu industri ataupun sektor-sektor yang strategis dinilai akan mampu membuka kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi proses pembangunan selanjutnya. Hirschman memandang bahwa pembangunan merupakan suatu “rantai disekuilibrium” yang harus dipertahankan, bukan malah dihapuskan. Menurut Hirschman, ketika proyek (investasi) baru dimulai proyek-proyek tersebut memperoleh eksternalitas ekonomi yang diciptakan oleh proyek-proyek sebelumnya, dan proyek baru tersebut juga akan menciptakan eksternalitas ekonomi baru yang dapat dimanfaatkan proyek-proyek selanjutnya.
Menurut Hirschman, pola pembangunan tidak seimbang didasarkan oleh beberapa pertimbangan, yaitu:
  1. Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak yang tidak seimbang.
  2. Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia.
  3. Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi untuk menimbulkan kemacetan atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunan, tetapi hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.
 a.      Pembangunan Tidak Seimbang antara Sektor Prasarana dan Sektor Produktif

Persoalan mendasar yang dianalisis Hirschman dalam strategi pembangunan tidak seimbang adalah bagaimana cara untuk menentukan proyek pembangunan yang harus didahulukan berdasarkan suatu prioritas tertentu. Argumen utama yang mendasari pemikiran Hirschman adalah karena proyek-proyek tersebut memerlukan penggunaan modal dan sumberdaya lainnya yang tidak sedikit, dan seringkali melebihi modal dan sumberdaya yang tersedia, agar penggunaan berbagai sumberdaya yang tersedia tersebut dapat optimal maka diperlukan usaha pengalokasian sumberdaya yang efektif dan efisien.
Cara pengalokasian sumberdaya tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Cara pilihan pengganti, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah  proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan.
  2. Cara pilihan penundaan, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang menentukan urutan proyek yang dilaksanakan. Dengan kata lain, suatu cara pemilihan proyek dengan menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan.
Berdasarkan prinsip pemilihan proyek di atas, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumberdaya antara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produkktif yang dapat langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau Direct Productive Activities (DPA). Menurut Hirschman, ada tiga macam pendekatan dalam pengembangan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu:
  1. Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut
  2. Pembangunan tidak seimbang di mana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan
  3. Pembangunan tidak seimbang di mana sektor produktif lebih ditekankan.
b.      Pembangunan tak seimbang dalam sektor produktif

Menurut Hirschman, di dalam sektor produktif, mekanisme pendorong pembangunan yang tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan antara berbagai industri dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri lainnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Pengaruh berkaitan ke belakang
  2. Pengaruh berkaitan ke depan.
Menurut Hirschman, ada dua jenis industri berdasarkan atas seberapa besar tingkat keterkaitan antarindustrinya, yaitu:
  1. Industri satelit, industri ban mobil dan karoseri merupakan industri satelit dari industri mobil
  2. Industri non-satelit, industri mobil tidak memiliki kaitan sama sekali dengan industri minuman ringan, oleh karena itu mereka termasuk dalam kelompok industri non-satelit.
Berikut adalah beberapa karakteristik industri satelit, yaitu:
  1. Lokasinya berdekatan dengan industri induk sehingga akan dicapai satu skala efisiensi tertentu atas interaksi antarmereka.
  2. Industri-industri tersebut menggunakan input utama yang berasal dari produk industri induk atau industri tersebut menghasilkan produk yang merupakan input dari industri induk, tetapi bukan merupakan input utama.
  3. Besarnya industri satelit tidak akan melebihi industri induknya.

Kritik terhadap Strategi Pembangunan Tak Seimbang
Strategi pembangunan tidak seimbang, seperti yang dikemukakan Hirschman, merupakan suatu doktrin yang realistis dan mempertimbangkan hampir seluruh aspek dalam perencanaan pembangunan. Berbagai insentif, hambatan dan perlawanan terhadap pembangunan dikaji dengan tepat dan cermat. Penekanan Hirschman pada strategi “promosi ekspor” dan “subtitusi impor” telah memberkan sebuah sentuhan realisme. Dia tidak menyetujui perencanaan totaliter macam negera-negara sosialis, tetapi dia juga tidak mendukung mekanisme pasar bekerja sendiri dalam perekonomian. Oleh karena itu, Hirschman dapat dikatakan sebagai pendukung sistem ekonomi campuran.
Terlepas dari itu semua, konsep pembangunan tidak seimbang ini juga tidak luput dari beberapa keterbatasan, yaitu:
  1. Kurangnya perhatian pada komposisi, arah dan waktu pertumbuhan tidak seimbang
  2. Mengabaikan kemungkinan timbulnya konflik internal
  3. Kurangnya sumberdaya yang dimiliki di NSB
  4. Rendahnya mobilitas sumberdaya di NSB
  5. Adanya ancaman inflasi
  6. Terlalu banyak penekanan pada investasi.


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

makasih ya ,tulisannya bermanfaat banget

Unknown mengatakan...

sama2 kawan..

likalikulika mengatakan...

👍

nusaindahrayahotel mengatakan...

MAKASI BANYAK. SERING SERINGLAH BIKIN RESUME BERDASARKAN BUKU

Posting Komentar