30 Apr 2014
11 Apr 2014
7 Mar 2014
SEJARAH LAHIRNYA ILMU EKONOMI
A.
Ilmu Ekonomi Masa Silam
Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang sudah cukup lama berkembang. Perkembangannya bermula sejak
tahun 1776, yaitu setelah Adam Smith (seorang pemikir dan ahli ekonomi Inggris)
menerbitkan bukunya yang berjudul “An
Inquiry into the Nature and causes of the Wealth of Nations”. Beberapa
pemikiran hingga kini masih mendapat perhatian dalam pemikiran ahli-ahli
ekonomi. Sehingga Adam Smith dianggap sebagai “Bapak Ilmu Ekonomi.”
Sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
besar dan luas, ilmu ekonomi diberi gelar sebagai the oldest art, and the newses science, yang jika diterjemahkan,
ekonomi merupakan seni yang tertua dan ilmu pengetahuan yang termuda.
Masalah-masalah ekonomi lahir serentak dengan terbitnya matahari kemanusian
puluhan ribu tahun silam. Tidak ada satu cabang ilmu pun yang lebih tua atau
lebih dahulu daripadanya. Mungkin saja ada orang yang beranggapan bahwa ilmu
kedokteran yang lebih tua, itu kurang benar sebab ilmu (atau lebih baik disebut
dengan “seni” saja dan bukan ilmu, sebab di zaman yang paling awal dari sejarah
kemanusiaan itu belum ada ilmu yang memiliki sistematika, disiplin, serta
keharusan-keharusan ilmiah yang lain) kedokteran timbul sesudah orang merasa
sakit dan ingin sembuh dari sakitnya itu. Lain halnya dengan ekonomi, yang
dirasakan perlunya sejak Nabi Adam AS diturunkan ke bumi bersama Hawa.
Kebutuhan mereka akan makanan, pakaian dan tempat tinggal, telah memaksa mereka
untuk bergumul dan bergaul dengan masalah-masalah ekonomi.
Hal ini akan tampak kian jelas jika kita ikuti
pendapat Georg Friedrich List (1789-1846), seorang ahli ekonomi bangsa Jerman,
yang membagi tahap-tahap kehidupan ekonomi manusia diantaranya:
1.
Perburuan dan
perikanan
2.
Peternakan
3.
Pertanian
4.
Pertanian dan
kerajinan setempat
5.
Pertanian,
industri, perniagaan internasional.
Pembagian
List ini memberikan kesan kepada kita bahwa masalah-masalah ekonomi telah
dilakukan oleh orang-orang penghuni pertama di bumi, dalam bentuk perburuan dan
perikanan.
Pada
saat awal-awal kehidupan manusia, istilah ekonomi tentu saja belum ada. Akan
tetapi masalah-masalah yang dihadapi manusia-manusia penghuni bumi yang pertama
adalah masalah-masalah yang di zaman modern disebut sebagai masalah ekonomi.
Ekonomi
sebagaimana kedokteran dan lain-lain, saat itu belum berfungsi sebagai ilmu.
Yang ada barulah “seni” ekonomi, yaitu seni mencukupi kebutuhan, seni
melengkapi alat-alat berburu dan menangkap ikan (yang saat ini dikenal sebagai
melengkapi alat-alat modal), seni penyisihan sebagian makanan untuk dimakan di
lain saat nanti (yang saat ini disebut sebagai kegiatan menabung atau saving) dan lain-lain.
Peristiwa
pertama yang menandai akan lahirnya ilmu baru yang bernama ilmu ekonomi adalah
munculnya istilah ekonomi itu sendiri. Itu terjadi ribuan tahun yang lalu,
beratus-ratus tahun sebelum kelahiran Nabi Isa AS. Entah pada zaman apa, masa
pemerintahan raja siapa serta oleh siapakah istilah ekonomi itu untuk pertama
kalinya dilontarkan, tidak ada orang yang mengetahuinya secara pasti. Yang
jelas, istilah ekonomi itu lahir di Yunani, dan dengan sendirinya istilah
ekonomi itupun berasal dari kata-kata Yunani pula. Asal katanya adalah Oikos Nomos. Betapa sulitnya mencari
terjemahan yang tepat untuk kata-kata itu, tetapi orang-orang barat
menerjemahkannya dengan management of
household or estate (tata laksana rumah tangga atau pemilikan).
Pada
saat itu, Yunani adalah negara yang besar dan memiliki kebudayaan yang tinggi.
Hampir setiap generasi Yunani kuno berhasil mencetak dan memiliki
berpuluh-puluh filosof besar, yang semuanya menjadi penyumbang bagi
terbentuknya bangunan Ilmu Pengetahuan kita saat ini.
Diantara
nama filosof besar tersebut terdapatlah nama Aristoteles (384-322 SM), yang
merupakan murid dari Plato dan cucu murid Socrates. Aristoteles adalah ahli
matematika, ilmu pasti dan alam, sekaligus seorang sosiolog dan psikolog,
bahkan lebih dari semua itu, ia adalah seorang ulama yang paham benar akan
agama, moral dan etika. Ia adalah guru bagi Iskandar Zulkarnain yang agung dan
Macedonia.
Selama
hidupnya, Aristoteles telah menulis banyak sekali buku tentang segala yang
dirasa, dilihat dan dipikirkannya. Berkat ia juga, Oikos Nomos tidak berhenti berkembang. Diantara buku-bukunya yang
paling banyak memuat uraian tentang ekonomi adalah buku yang berjudul Politika dan Etika Nicomachea. Diantara topik-topik yang diuraikannya di dalam
kedua buku itu, terdapatlah dasar-dasar teori nilai dan pertukaran, pembagian
kerja, serta teori tentang uang, suku bunga dan riba. Namun, karena ia hanyalah
hasil didikan sebuah desa kecil serta berhubungan hanya dengan masalah-masalah
ekonomi yang dilihat di sekitarnya saja, maka sering kali ia membuat
penyerdanaan yang berlebih-lebihan dan generalisasi. Walaupun demikian, ia
memahami benar akan lika-liku serta pentingya arti perdagangan, perniagaan,
serta diperlukannya uang sebagai salah satu jenis perantara atau alat
tukar-menukar, dan suatu standar
(untuk ukuran dan nilai) yang disepakati dunia.
Satu
di antara sumbangan terbesar Aristoteles adalah uraiannya tentang teori nilai.
“Pada setiap barang yang kita miliki”, tulisnya, “terdapat dua manfaat atau dua
penggunaan, yang keduanya dimiliki oleh barang itu sekalipun tidak dalam bentuk
yang sama, yang satu adalah penggunaan yang sesuai (proper) sedang yang lainnya adalah penggunaan yang kurang sesuai (improper) atau penggunaan kedua (secondary) bagi barang itu. Misalnya
Sepatu, dapat dipergunakan untuk dipakai maupun dipertukarkan dengan barang
lain. Keduany merupakan penggunaan sepatu itu”. Berdasarkan tulisan itu,
Aristoteles menyatakan bahwa setiap barang tertentu mempunyai nilai pakai dan
nilai tukar, atau nilai subyektif dan nilai obyektif seperti yang kita sebut
sekarang. “Adapun nilai pakai (ulility
value) biasa disebut dengan sebutan guna (utility) saja, sedangkan nilai tukar (exchange value) itu disebut dengan sebutan nilai (value) saja. Para ahli ekonomi zaman
sekarang memberi gelar Aristoteles sebagai The “First” Economist, Ahli Ekonomi “Pertama”.
Sejak
zaman Aristoteles itu, ekonomi masih harus melewati masa yang amat panjamg
untuk sampai kepada bebtuknya sekarang. Pada zaman di sekitar abad pertengahan,
sebelum zaman Renaissance (kebangkitan), kaum pedagang pernah dianggap pedagang
dan pencuri, hanya karena mereka mengambil laba dari usahanya. Di saat itu, tidak
sedikit peraturan dibuat orang untuk mengecam pembungahan uang. Alasan pokok
untuk keperluan itu adalah ayat-ayat Bibel keluaran 22:25, Imanat Orang Lewi
25:36, Ulangan 23: 19-20, Mazmur 15:5, Yehezkiel sebagai tokoh ekonomi, St.
Thomas Aquinas (1225-1274), pernah menyatakan bahwa waktu adalah milik Tuhan
sehingga tidak boleh atau jangan dijual dengan uang.
Larangan
pembungaan uang dan sistem bunga menjadi salah satu pilar ekonomi dalam
pandangan agama. Beberapa ayat bibel yang menyatakan haramnya bunga seperti
tersebut dapat dibaca oleh siapapun juga hingga hari ini. Selanjutnta nabi yang
menjadi penerus Nabi Isa AS, yakni Nabi Muhammad SAW., memperbaharui semangat
anti riba itu dengan larangan dan ancaman yang tegas. Al-Quran menyatakan
haramnya riba itu secara tegas antara lain di Surah Al-Baqarah ayat 275. Bagian
akhir dari ayat itu menyatakan: Barangsiapa
yang kembali mengambil riba sesudah ini, maka mereka itu adalah penghuni
neraka; mreka kekal di dalamnya. Nabi Muhammad SAW. menyatakan bahwa ada
empat orang yang mendapat dosa karena riba, yakni pemakannya, pemberinya,
penulis (kontrak)-nya, dan saksinya. Di lain kesempatan, beliau bersabda bahwa
riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu (dosa); yang paling ringan diantaranya
adalah sama dengan (dosa) seorang lelaki menyetubuhi ibu kandungnya sendiri.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua agama samawi (Yahudi, Kristen, dan
Islam) ternyata sepakat mengharamkan bunga dan memandang pembungaaan uang
sebagai perbuatan haram yang dikutuk sekeras-kerasnya.
Sesudah
itu, ekonomi masih terus menghadapi badai dan gelombang yang timbul sebagai
akibat pertentangan pendapat diantara para pemikir ekonomi. Hal ini diterangkan
secara gamblang di dalam mata pelajaran sejarah perekonomian.
Lalu
sampailah ekonomi pada bentuknya yang sekarang ini. Sekalipun masih terdapat
perselisihan pendapat serta perselisihan faham. Dalam pandangan diantara para
ahli maupun diantara bangsa-bangsa. Namun terdapat perbedaan, dahulu semua
perselisihan itu bersifat “mencari bentuk” ekonomi yang sesungguhnya. Sedangkan
sekarang perbedaan pendapat lebih berbentuk “bagaimana melayarkan bahtera
perekonomian menuju tujuan, baik tujuan perorangan maupun bangsa”. Dahulu,
benturan-benturan yang terjadi di antara para ahli ekonomi adalah
benturan-benturan paham, sedangkan sekarang benturan-benturan itu justru lebih
merupakan benturan-benturan kepentingan.
B.
Aliran Pemikir Ekonomi
1.
Aliran Merkantilis/Madzab Merkantilis.
Merkantilisme berasal
dari bahasa latin mercece yang
berarti jual beli, atau bahasa Inggris merchant
yang artinya adalah saudagar. Paham ini tumbuh subur di zaman kekuasaan
raja-raja abad pertengahan. Tokoh utama madzab ini adalah Jean Baptiste Colbert,
yang juga merupakan menteri keuangan raja Lodewijk XIV.
Pemikiran kaum
merkantilis adalah: untuk meningkatkan kekayaan negara, maka negara harus
menjual (mengekspor) lebih banyak daripada membeli (mengimpor), serta banyak
mendatangkan logam mulia seperti emas dan perak ke dalam negeri. Seorang
merkantilis adalah seorang penganut paham bahwa suatu sistem perekonomian yang
terbaik adalah suatu sistem dimana negara harus melakukan campur tangan
seluas-luasnya terhadap dunia usaha dan perdagangan luar negeri. Terhadap
pertanyaan, “apakah sumber kekayaan negara itu ?” kaum merkantilis menjawab: commerce (perdagangan).
2.
Aliran Fisiokrat.
Fisiokrat berakar dari kata-kata
Yunani fisos yang berarti alam, dan kratos yang memiliki arti kekuasaan.
Sehingga fisiokratisme berpendirian bahwa alamlah penguasa kekayaan atau dari
alam bersumber kekayaan. Pemuka aliran ini adalah Francois Quesnay, dokter
pribadi Lodewijk XIV. Ia menolak anggapan kaum merkantilis bahwa kekayaan
negara berpusat pada industri dan perdagangan.
Quesnay sendiri
meletakkan dasar ajarannya pada dua hal pokok. Pertama, kontrol atau pengendalian atas perdagangan luar negeri dan
industri (seperti pada zaman merkantilisme) justru akan menghambat perkembangan
ekonomi. Kedua, semua pajak harus
ditanggung oleh pemilik tanah (Quesnay membedakan antara pemilik tanah dengan
petani), sebab kehidupan mereka yang mewah telah menjadi salah satu sebab
terhambatnya arus pendapatan di kalangan rakyat. Pendapat Quesnay secara
keseluruhan berpangkal atas dua anggapan pokok. Pertama, ia percaya semua kekayaan datangnya dari proses yang
memberikan kehidupan yang telah diciptakan oleh Tuhan. Kedua, kebebasan ekonomi akan menciptakan masyarakat yang makmur
dan teratur. Kaum fisiokrat sepakat pada suatu ide dasar, bahwa kekayaan datang
dari tanah. Hanya tanahlah yang mempunyai kekuatan pemberi kehidupan yang
berasal dari Tuhan.
3.
Aliran Klasik.
Tokoh dari aliran ini
adalah Adam Smith. Menurut Adam Smith, kekayaan datang bukan dari perdagangan
dan tanah seperti kata orang-orang merkantilis dan fisiokrat, tetapi dari kerja
manusia, dan karena kerja manusialah terdapat perdagangan dan pertanian. Setiap
individu berusaha untuk menggunakan modalnya sehingga diperoleh hasil yang
setinggi-tingginya. Dia pada umumnya tidaklah bermaksud untuk menunjang
kepentingan umum dengan perbuatannya itu, dan tidak pula ia tahu sampai
seberapa jauhkah penunjangnya itu. Ia berbuat itu hanya untuk kepentingannya
sendiri, hanya untuk keberuntungannya sendiri. Dan dalam hal ini ia dibimbing
oleh suatu “tangan gaib” untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuan utamanya.
Dengan mengejar kepentingan pribadinya seperti itu, ia akan mendorong kemajuan
masyarakat dengan dorongan yang seringkali bahkan lebih efektif daripada kalau
ia memang sengaja melakukannya.
Dahulu, di zaman
pemerintahan Lodewijk XIV, Colbert pernah bertanya kepada seorang industriawan
yang bernama Legendre: “apakah yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah bagi
kebaikan dunia usaha (business) ?”, Legendre
menjawab singkat, “laizzes nous faire (tinggalkan
kami sendiri−leave us alone)”. Akan tetapi, Colbert hanya mencibir
bibir saja mendengarkan jawaban Legendre itu. Hanya Adam Smith yang
mendengarkan jawaban itu, sesudah berlalu puluhan tahun. Istilah itu yang
kemudian disingkat menjadi laizzes faire lalu
menjadi pedoman pokok kaum liberal (pengikut faham Adam Smith), serta menjdi
motto kaum kapitalis.
Selain The Theory of Invisible Hand, topik lain
yang dibahas Smith dalam bukunya The
Wealth of Nations antara lain tentang kerja sebagai sumber kekayaan; nilai
dan penetapan harga; teori pembagian pendapatan yang mencakup sewa, upah dan
laba; akumulasi modal dan dasar-dasar ilmu negara.
Selain Smith,
tokoh-tokoh madzab klasik antara lain: Thomas Robert Malthus (1766-1834) yang
digelari bapak ilmu penduduk, Jean Baptiste Say (1767-1832) yang terkenal
karena hukum pasarnya, David Richardo (1772-1823) yang terkenal karena hukum
hasil yang semakin menurun (law of
diminishing of return), dan lain-lain.
Dalam pandangan David
Richardo, dalam usaha membangun ekonomi itu kepentingan rakyat banyak harus
dinomorsatukan sebab mereka itulah yang akan menikmati hasil kemajuan
pembangunan ekonomi itu. Di lain pihak, Malthus berpandangan bahwa kaum pemilik
modal adalah tokoh sentral dalam pembangunan ekonomi itu. Jika para pemodal
(kaum kapitalis) ini dibebaskan berusaha, usaha itu akan dengan sendirinya
memberi manfaat kepada masyarakatdi sekitarnya. Misalnya, ika sebuah pabrik
didirikan, demikian jalan berfikir Malthus, pabrik itu akan mengambil penduduk
sekitarnya sebagai tenaga kerja, akan dibangun pula jalan, didirikannya
sekolah, masjid, rumah sakit, dan sebagainya. Semakin besar pabrik atau
perusahaan itu, maka semakin makmur pula penduduk sekitarnya. Jika semua
perusahaan dibiarkan maju, maka secara keseluruhan penduduk akan mendapatkan
manfaatnya. Dan makmurlah seluruh negeri.
Akan tetapi, ekonomi
liberal yang diperkenalkan Smith ini ternyata membawa bencana. Setelah
dijalankan di Amerika Serikat, perekononian jatuh ke tingkat serendah-rendahnya
karena para kapitalis yang telah demikian makmurnya masih juga ingin bertambah
makmur, dan inilah yang dikenal sebagai zaman malaise atau depresi besar. Dan pada kenyataannya, aliran
liberalisme amat memanjakan kaum kapitalis.
4.
Aliran Keynesian
Hal penting yang
diperkenalkan Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money (1936) adalah
tentang kebijakan ekonomi pemerintah yang dikenal dengan kebijakan fiskal. Kata
Keynes, untuk mendorong ekonomi yang ambruk, pemerintah harus turun tangan
dengan cara melakukan pengeluaran besar-besaran guna membuka usaha sehingga
dapat menciptakan lapangan kerja baru. Menurut Keynes, hanya dengan cara ini
perekonomian yang dilanda depresi bisa dipulihkan. Para ahli ekonomi zaman
sekarang menyebut aliran ini adalah aliran kapitalisme.
5.
Aliran Marxisme/Komunisme
Tokoh-tokoh dari aliran
ini adalah Karl Heinrich Marx, seorang pendeta Nasrani dari Jerman dan
Frederick Engels. Marx sangat merasa rihatin dengan penderitaan rakyat akibat
keganasan kaum kapitalis. Pemikiran
Marx, karena semakin banyaknya kekacauan yang disebabkan merajalelanya kaum
borjuis (kapitalis), alangkah baiknya jika bisa dibangun sebuah masyarakat
tanpa kelas, di mana semua orang adalah proletar (masyarakat kebanyakan), dan
seluruh kekuasaan ekonomi ada di tangan mereka.
Ide Marx dituangkan
dalam buku yang berjudul Das Kapital (Modal)
yang terbit tahun 1917. Dalam buku ini dinyatakan bahwa negara harus diperintah
oleh rakyat dan berbentuk diktator ploretariat. Pemerintahan oleh rakyat inilah
yang memegang seluruh kekuasaan. Pemerintah hanya melaksanakan pemerintahan
atas nama kaum proletar.
6.
Aliran Neoklasik
Aliran ini berpendapat
bahwa jika terjadi masalah dalam perekonomian, biar perekonomian itu sendiri
yang memperbaikinya. Dengan kata lain, kebijakan fiskal yang diperkenalkan oleh
Keynes itu tetap mereka nyatakan haram karena mengizinkan campur tangan
pemerintah dalam perekonomian. Sebagai gantinya, mereka mengusulkan dipakainya
kebijakan moneter. Dengan kebijakan moneter ini, mereka mengusulkan agar jika
timbul masalah ekonomi maka cukuplah diadakan penyesuaian-penyesuaian di bidang
moneter saja. Seperti, seperti menyesuaikan jumlah uang yang beredar dan
menetapkan suku bunga. Paham neoklasik ini sering disebut sebagai paham
moneterisme.
C.
Ekonomi sebagai Ilmu
Ilmu
pengetahuan dapat diibaratkan seperti pohon yang sangat besar dan memiliki
ranting-ranting yang banyak sehingga rantingnya menutup sudut-sudut cakrawala
serta tingginya mencapai awan. Akan tetapi, sejak muncul di tanah pohon itu
telah berwujud dua batang pokok. Kedua batang itu adalah ilmu pengetahuan alam
dan ilmu pengetahuan sosial.
Dari
segi lain, ilmu itu dibagi dua. Yaitu ilmu murni dan ilmu terapan. Ilmu murni
bertugas untuk menyempurnakan dan menjaga kelangsungan hidup serta pengembangan
ilmu itu sendiri. Sedangkan ilmu terapan gunanya adalah untuk diterapkan di
dalam hidup dan kehidupan manusia sehari-hari. Ilmu ekonomi, misalnya, yang
bagian-bagiannya bernama ilmu ekonomi murni atau Economic Theory dan ilmu ekonomi terapan.
Ilmu
ekonomi termasuk dalam ilmu sosial. Ilmu sosial adalah ilmu tentang manusia
serta masyarakat yang sekelompok manusia hidup di dalamnya. Dengan demikian,
jelaslah bahwa subyek ilmu ekonomi itu ada dua. Pertama adalah manusia itu
sendiri, dan kedua adalah badan-badan yang terlibat di dalam kegiatan
perekonomian. Misalnya toko, perusahaan, departemen keuangan, lembaga konsumen,
dan lain-lain. Semuanya itu adalah subyek ilmu ekonomi. Adapun obyek ilmu
ekonomi adalah cara-cara serta tindakan-tindakan yang ditempuh oleh manusia di
dalam mengalokasikan sumber-sumber yang ada.
Seorang
ahli ekonomi berkebangsaan Amerika Serikat yang bernama Leonard Silk pernah
menyatakan dalam bukunya sebagai berikut.
“Ilmu
ekonomi adalah suatu studi tentang kekayaan dan merupakan suatu bagian yang penting
daripada studi tentang manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang
telah dibentuk oleh kerjanya sehari-hari, serta sumber-sumber material yang
mereka dapatkan daripadanya. Secara umum bisa dikatakan bahwa ilmu ekonomi
berbicara tentang tingkah laku serta nilai-nilai perseorangan maupun
masyarakat. Anda tidak akan dapat
memahami keadaan masyarakat anda tanpa memiliki bekal pengetahuan, walaupun
hanya sekadar saja, tentang ilmu ekonomi.”
Ilmu
ekonomi adalah ilmu sosial, ilmu tentang masyarakat yang berlaku untuk sebuah
“masyarakat seorang” dan untuk masyarakat banyak orang, dan bahkan masyarakat
negara atau masyarakat dunia. Justru di sinilah kelebihan ilmu ekonomi dari
ilmu-ilmu yang lain sebab ilmu yang lain itu akan segera “mati” (selain ilmu
ketabiban barangkali) apabila diterapkan pada “masyarakat seorang”.
Lebih
dari itu, ilmu ekonomi mendapat julukan sebagai The Queen of Social Sciences, Maharaninya ilmu-ilmu sosial. Sebab,
ilmu ekonomi adalah satu diantara ilmu-ilmu sosial yang pertama sekali
menggunakan metode kuantitatif di dalam analisis-analisisnya, dan hingga
sekarang ini merupakan ilmu yang paling banyak memakai teknik-teknik matematika
dan statistika di kalangan ilmu sosial. Kuantitas itu sendiri artinya adalah
jumlah atau banyaknya. Di dalam ilmu ekonomi, hampir semua masalahnya dapat
dinyatakan secara kuantitatif, misalnya kuantitas padi hasil panen tahun ini di
suatu daerah, kuantitas rupiah yang dibelanjakan oleh suatu keluarga untuk
konsumsi, volume minyak yang dihasilkan dari suatu pengeboran di suatu daerah,
pendapatan per kapita penduduk, dsb. Karena kebanyakan masalah ekonomi dapat
dinyatakan secara kuantitatif seperti itulah, para ahli serta pemikir ekonomi
dapat mempergunakan metode kuantitatif di dalam analisis-analisis mereka.
Selain
metode kuantitatif, terdapatlah metode kualitalif. Sebuah contoh sederhana
menggunakan analisis yang bersifat kualitatif: “kalau harga naik, jumlah suatu
barang yang dibeli masyarakat akan berkurang,” sedangkan sebuah analisis
kuantitatif daat menyatakan: ”kalau harga naik sekian rupiah, maka setelah
memerhatikan data informatif yang diperoleh serta kemudian memperhitungkannya
dengan cermat, jumlah barang yang dibeli masyarakat akan berkurang sebanyak
sekian.”
Menurut
Quetelet, “taraf kesempurnaan yang dapat dicapai oleh suatu ilmu dapat diukur
melalui tingkat perhitungan ilmiah yang dapat dilakukan di dalam ilmu
tersebut,” dan “perhitungan ilmiah” dapatlah diartikan sebagai analisis
kuantitatif. Dalam ilmu-ilmu sosial yang lain, pengertian serta besaran-besaran
yang dipersoalkan sering kali tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif
sehingga seringkali pula tidak dapat dianalisis dengan memakai metode-metode
matematika dan statistika. Akan tetapi, bukan berarti ilmu ekonomi adalah ilmu
yang ;aling penting, paling berguna dan paling hebat. Sebab tidak ada satu ilmu
pun yang memiliki sifat demikian. Semua ilmu itu sama pentingnya dalam
mewujudkan kebenaran dan kesejahteraan umat manusia.
Terkait
dengan hal itu, ilmu ekonomi memang mempunyai dua macam alat utama untuk
analisis-analisisnya. Kedua alat itu adalah:
1)
Metode induksi
dan metode deduksi. Metode induksi adalah suatu metode penyidikan di mana dari
hal-hal khusus disimpulkan menjadi hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan metode
deduksi sebaliknya.
2)
Matematika dan
statistika. Dengan matematika (khususnya metematika ekonomi) orang merumuskan
fungsi-fungsi yang berlaku diantara peubah-peubah (variabel-variabel) ekonomi.
Adapun statistik memiliki sifat yang hampir berbalikan dengan matematika. Statistika
dilaksanakan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari dunia nyata. Setelah
data terkumpul, maka dengan menggunakan cara-cara yang terdapat di dalam
statistika dan berdasar pada teori ekonomi, ditariklah kesimpulan yang berlaku
umum tentang kenyataan yang terdapat di dalam masyarakat yang diselidiki itu.
Dengan begitu, statistika erat hubungannya dengan teori ekonomi terapan.
D.
Pentingnya Ilmu Ekonomi
Banyak
sekali orang yang mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan Why Study Economics ? setiap orang
mempunyai alasannya masing-masing. Akan tetapi, menurut John Maynard Keynes
(yang dianugerahi gelar Lord oleh Istana Buckingan, Inggris dan dijuluki Founder of the New Economics) dalam
bukunya yang masyhur: The General Theory
of Employment, Interest and Money (1936):
“.............pendapat-pendapat
para ahli ekonomi dan para filsof politik, baik yang salah maupun yang benar,
lebih kuat daripadanya yang sering disangka orang. Memang, benar bahwa dunia
ini dikuasai sebagian kecil orang saja. Orang-orang praktisi, yang merasa diri
mereka terbebas sama sekali dari setiap pengaruh intelektual, pada umumnya
bahkan mereka merupakan hamba sahaya dari para ahli ekonomi yang telah tiada.
Orang-orang gila yang sedang berkuasa, yang mendengar suara-suara di angkasa,
telah menyaring kegilaan mereka dari beberapa coretan akademis yang berasal
dari beberapa tahun berselang. Saya yakin bahwa kekuatan vested interest itu terlampau dilebih-lebihkan jika dibandingkan
dengan pelanggaran atau penyadapan pendapat yang dilakukan dengan pelan-pelan
itu.”
Sedangkan
jawaban Samuelson yang dijuluki an
all-round genius atas pertanyaan Why
Study Economics ? adalah, untuk menjawab pertanyaan itu maka jawabannya
akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama,
pentingnya ilmu ekonomi untuk orang seorang. Kedua, pentingnya ilmu ekonomi untuk dunia usaha. Ketiga, pentingnya ilmu ekonomi untuk
bangsa dan negara.
Label:
PERKULIAHAN